Tulisanini mengkaji bahasa dari sudut pandangfilsafat. Tiga aspek yang dibahas dalam tulisan ini, yaitu ontologi bahasa,epistemologi bahasa, dan aksiologi bahasa. Tulisan ini bersifat kajian pustaka dengan memanfaatkan teknik dokumentasi untuk mengumpulkan data. Adapun analisis data dilakukan secara interpretatif, heuristik, dan reflektif . Hasilyang diperoleh: (1) hakikat bahasaadalah suatu sistem komunikasi berkekuatan unik yang merupakan stimulus,medium-independent, abstract, arbitrary, power, dan productive; (2) kebenaran bahasa diukur berdasarkan kebermaknaannya, dianggap benarjika bermakna, dan sebaliknya dianggap tidak benar jika tidak bermakna ; (3)struktur bahasa ditentukan oleh fungsi bahasa.
Contoh Makalah Hakikat Bahasa dan Fungsi Bahasa
Download: https://tinurll.com/2vF5aw
Urgensi bahasa bagi kehidupan manusia sangat jelas. Semua manusiamenggunakan bahasa. Kemahiran berbahasa merupakan salah satu bagian dariketerampilan-keterampilan kognitif yang umum dan khas. Pendapat tersebut menggiringbeberapa pakar untuk melihat esensimanusia sebagaimakhluk berbahasa.
Bahasa merupakan salah satupersoalan yang sering dimunculkan dan dicari jawabannya. Mulai dari pertanyaaantentang hakikat bahasa sampai pada historitas bahasa. Banyak jawaban dan teoriyang telah disodorkan. Akan tetapi, belum cukup memuaskan. Mengapa demikian? Karenabahasa senantiasa hadir dan dihadirkan. Ia berada dalam diri manusia, dalamalam, dalam sejarah, dalam wahyu Tuhan. Tuhan itu sendiri menampakkan diri padamanusia bukan melalui Zat-Nya, tapi lewat bahasa-Nya, yaitu bahasa alam dankitab suci.
Filsafat adalah suatu aktifitas yang berpangkal pada akal pikiran manusiauntuk menemukan kearifan hidup, menemukan hakikat realitas, menyingkap apa yangada dibalik sebuah realitas, serta menggali nilai dari sebuah realitas. Sebagaisebuah realitas, bahasa tentu memerlukan filsafat untuk menyingkap apa yang adadibalik bahasa. Untuk melihat bahasa, tulisan ini memanfaatkan konsep filsafat,yaitu ontologis, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologis adalah cabang filsafat yang mengkaji hakikat realitas;epistemologi mengkaji sumber, watak, dan kebenarannya; sedangkan aksiologimengkaji nilai, etika, estetika, fungsi, dan kebermanfaatannya. Sebagai sebuahtinjauan awal, tulisan ini tidak menggunakan keseluruhan kerangka filsafattersebut, tetapi hanya menitikberatkan persoalan pada hakikat bahasa untukontologisnya, kebenaran bahasa untuk epistemologinya, dan fungsi bahasa untukaksiologinya. Dengan demikian, tulisan ini belum mengkaji watak bahasa, sumberpengetahuan bahasa, nilai etika bahasa, estetika bahasa, dan kebermanfaatanbahasa. Meskipun demikian, tulisan ini memberi paradigma berbeda dalam melihatbahasa, tidak melulu persoalan struktural dan deskriptif, melainkan rerfleksifilosofis. Filsafat dapat menjadikan kajian bahasa lebih variatif dan berguna.
Untuk memahami hakikat bahasa, kita perlumemerikan karakteristik apa yang melekat dalam bahasa, sehingga keberadaannyasebagai sebuah realitas dapat dibedakan dengan keberadaan realitas yang lain.Karakteristik ini harus bersifat tetap, tidak berubah, dan berlaku bagi segalasesuatu yang disebut bahasa, baik bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa,Arab, maupun bahasa yang lain. Oleh karena itu, karakteristik ini harus berlakuuniversal.
Menurut Devitt dan Sterelny (1995: 4-7) dalam bukunyaberjudul Language and Reality In Introduction to The Philosophy ofLanguage, karakteristik-karakteristik yang melekatdalam bahasa adalah sebagai berikut.
Berdasarkan paparan di atas, terlihat jelas bahwa bahasa memilikikaarakteristi yang membadakannya dengan sistem komunikasi lain, termasukkomunikasi binatang. Singkatnya, bahasa adalah suatu sistem komunikasiberkekuatan unik yang merupakan stimulus, medium-independent, abstract,arbitrary, dan productive.
Analisis logis dan sintesis logisnyadijabarkan melalui konsep isomorfi, yakni kesesuaian bentuk ataustruktur bahasa dengan dunia. Dunia merupakan keseluruhan fakta yang terungkapmelalui bahasa. Oleh karena itu, terdapat suatu kesesuaian antara strukturlogis bahasa dengan realitas dunia (Mustansyir, 2001: 46-49).
Deskripsi tentang isomorfimerupakan upaya Russell untuk mewujudkan obsesinya tentang hakikat struktur bahasayang mengacu pada struktur logis realitas dunia. Lebih jauh, Russellberpendapat bahwa analisis bahasa yang benar akan menghasilkan suatupengetahuan yang benar pula tentang hakikat realitas dunia. Formulasi logisbahasa yang memiliki kesesuaian struktur dengan realitas dunia ini dikembangkanlebih lanjut oleh Russell dalam pengertian proposisi yang tersusun atasproposisi atomis dan proposisi molekuler (majemuk).
Dunia pada hakikatnya merupakansuatu keseluruhan fakta-fakta dan fakta-fakta tersebut terungkap melalui bahasayang disebut proposisi. Proposisi ini memiliki struktur yang terdiri atas sejumlah kata. Proposisiini dapat dibedakan menjadi proposisi atomis dan proposisi molekuler. Disebutproposisi atomis karena mengungkapkan fakta yang paling sederhana. Untuk membentuk suatu proposisi majemuk,proposisi-proposisi atomis harus dirangkaikan dengan konjungsi dan, atau, dsb.Untuk menjelaskan struktur proposisi atomis dan proposisi majemuk, Russell memberikancontah sebagai berikut (Mustansyir, 2001: 52; Kaelan, 1998: 104-105)
Padaumumnya filsafat Wittgenstein dibagi menjadi dua periode. Periode pertama atau Wittgenstein I, dikenal melalui karyanyaTractatus Logico Philosophicus, sedangkan periode II termuat dalamkaryanya Philosophical Investigation. Khusus pembahasan mengenai konsepAtomisme Logik ini dijumpai pada periode pertama filsafatnya. Atau dengan katalain, Wittgenstein I ini ditempatkan sebagai penganut Atomisme Logik(Mustansyir, 2001: 60).
Sebagaimanahalnya dengan Russel, Wittgenstein juga bertitik tolak dari bahasa logika untukmerumuskan persoalan filsafat. Bagi Wittgenstein, penyebab utama kekacauanbahasa karena tidak ada tolak ukur yang dapat menentukan apakah suatu ungkapanbermakna atau tidak. Oleh karena itu, agar tidak terjerumus dalam kesalahanyang serupa, perlu disusun kerangka bahasa logika.
Upayayang ditempuh Wittgenstein untuk memperjelas ungkapan dalam berbahasa adalahmenentukan kesesuaian antara struktur bahasa dengan struktur realitas.Pandangan ini dikenal dengan teori gambar (the picture theory)(Hidayat, 2007: 55-56).
Teorigambar adalah suatu pandangan yang menganggap adanya hubungan mutlak antarabahasa dengan realitas atau dunia fakta. Unsur-unsur gambar adalah alat-alatdalam bahasa, seperti dalam kalimat, sedangkan unsur realitas adalah suatukeadaan faktual yang merupakan objek perbincangan dalam bahasa. Dengandemikian, ada dua faktor utama yang mendukung teori gambar ini, yaitu proposisiyang merupakan alat dalam bahasa dan fakta yang ada dalam realitas. Jenisproposisi yang paling sederhana dinamakan proposisi elementer yang merupakanpenjelasan keberadaan suatu bentuk peristiwa. Keseluruhan proposisi elementermerupakan bayangan seperangkat benda atau hubungan antarbenda, danbayang-bayang itu kemudian menggiring benda atau hubungan antar benda itumenjadi suatu gambar timbul atau relief (Kaelan, 1998:114-115).
Wittgensteinmelihat, kerancuan dalam bahasa filsafat timbul lantaran para filsufmencampuradukkan pemakaian konsep nyata dengan konsep formal. Oleh karena itu,Wittgenstein mengatakan, sesuatu yang termasuk konsep formal sebenarnya tidakdapat diungkapkan ke dalam sebuah proposisi, melainkan hanya ditunjukkan olehobjek itu sendiri dalam bentuk simbol.
Tokohanalitika bahasa yang dianggap sebagai perintis aliran filsafat bahasa biasaadalah Wittgenstein. Setelah suksesbesar yang dicapainya melalui karya Tractatus, akhirnya ia menyadaribahwa bahasa logika mengandung kelemahan. Oleh karena itu, ia mengalihkanperhatian pada keanekaragaman bahasa biasa dan cara penggunannya. Tokohanalitika bahasa lainnya yang menaruh perhatian terhadap penggunaan bahasabiasa antara lain Ryle dan Austin. Karena Wittgenstein adalah perintis aliranini, maka dalam makalah ini hanya dipaparkan gagasan Wittgenstein yakni languagegame.
Periodefilsafat Wittgenstein yang kedua ini terungkap melalui karyanya yang berjudul PhilosophicalInvestigation (PI). Buku ini merupakan pengembangan dari gagasansebelumnya, yang semula bertitik tolak dari bahasa logika kearah penggunaanbahasa biasa atau lebih dikenal dengan Language Game.
Sebagianbesar isi dari karya PI menjelaskan konsep Tata Permainan Bahasa (LanguageGame). Tata Permainan Bahasa adalah proses menyeluruh penggunaan kata,termasuk juga pemakaian bahasa yang sederhana sebagai suatu bentuk permainan.Istilah Tata Permainan Bahasa muncul ketika pada suatu hari Wittgensteinmelihat pertandingan sepak bola. Tiba-tiba melintas dalam benaknya bahwasesungguhnya dalam bahasa, kita pun terlibat dalam suatu bentuk permainan kata (Bernadien, 2004). Hal ini menandakan bahwaada keanekaragaman (pluriformitas) bahasa yang dijumpai dalam kehidupansehari-hari.
Setiapbentuk permainan bahasa memiliki aturan sendiri yang tidak dapatdicampuradukkan begitu saja. Aturanpermainan bahasa dalam memberi perintah misalnya, berbeda dengan aturanpermainan bahasa dalam bersenda gurau. Masing-masing mengandung ketentuan yangmencerminkan bentuk permainan bahasa yang bersangkutan. Kekacauan akan timbulmanakala kita menerapkan aturan permainan bahasa yang satu ke dalam bentuk permainan yang lain(Bernadien, 2004).
Fungsi suatu realitas diperbincangkan oleh cabang filsafatyang disebut aksiologi. Tidak hanya fungsi, tetapi masalah nilai, etika, estetika, kebermanfaatansuatu realitas juga dibahas dalamaksiologi. Dalam tulisan ini, kajian hanya difokuskan pada fungsi bahasa. Fungsi bahasa di dalam masyarakat sama denganbagaimana masyarakat mengerjakan aktifitasnya dengan menggunakan bahasa. Apa yang mereka inginkan dengan berbicara,menulis, mendengarkan atau membaca, apa yang mereka harapkan dari orang laindengan menggunakan bahasa tersebut.
Pemahaman strukturbahasa membutuhkan pemahaman akan fungsi-fungsi bahasa. Valin (2001: 320-321) menganalogikanpandangan ini dengan sebuah palu. Menurutnya, untuk memahami struktur palu,kita perlu mengetahui apa fungsi dasarnya. Fungsi dasar palu adalah memukulpaku, tetapi palu juga dapat digunakan untuk memukul benda lain, menindihkertas, dll. Fungsi lain dari palu tentu tidak menghilangkan fungsi dasarnyasebagai alat untuk memukul paku. Karena fungsinya ini, kepala palu biasanyaterbuat dari besi dan pegangannya terbuat dari kayu atau plastik. Analogi inimenunjukkan bahwa fungsi dapat menyampikan informasi tentang suatu hal (Valin,2001: 320-321). Apa yang dikemukakan oleh Valin mengindikasikan bahwa strukturbahasa ditentukan oleh fungsi bahasanya. 2ff7e9595c
Comentários